#5Pantangan Warren Buffett Dalam Berinvestasi
Investor kawakan Warren Buffett terkenal akan berbagai tips dan ajarannya mengenai investasi saham, namun jarang ada yang mengutip hal-hal apa saja yang pantang ia lakukan. Dalam sebuah wawancara di CNBC Squawk Box tahun 2014 lalu, tokoh legendaris ini memberikan tip tentang lima hal yang menurutnya seharusnya tidak dilakukan oleh investor. Apa saja lima hal itu? berikut rangkuman dari transkrip wawancara Buffett tersebut.
1. Jangan Biarkan Event Mempengaruhi Keputusan Anda
Warren Buffett mengatakan, "...saya telah membeli bisnis dan saham selama bertahun-tahun; saham sekitar 71 tahun dan bisnis mungkin selama itu juga. Dan (selama itu) saya tidak pernah membuat keputusan berdasarkan faktor makro. Jika saya menemukan suatu perusahaan yang saya sukai, saya membelinya. Maksud saya (contohnya), saham pertama yang saya beli adalah di musim semi tahun 1942, dan saya bisa memberitahu Anda bahwa faktor-faktor makro saat itu tidak kelihatan bagus." (Tahun 1942 adalah puncak Perang Dunia II)
Lebih lanjut, ia mengisyaratkan bahwa meski perang tak terhindarkan, tetapi pasar saham tetap akan tumbuh dalam jangka panjang. Katanya, jika perang besar-besaran tak terhindarkan, "Saya masih tetap akan membeli saham. Anda harus menginvestasikan uang Anda pada sesuatu seiring dengan berjalannya waktu. Satu-satunya yang bisa Anda yakini adalah jika kita mengalami suatu perang besar, nilai uang akan jatuh. ...hal itu telah terjadi di hampir setiap perang yang saya ketahui. ...(dengan begitu) hal terakhir yang ingin Anda lakukan adalah memegang uang saat terjadi perang. Anda bisa jadi ingin memiliki sebuah peternakan, Anda mungkin ingin memiliki sebuah rumah apartemen, Anda mungkin ingin memiliki surat-surat berharga (tetapi bukan uang tunai). Selama Perang Dunia II, pasar saham maju pesar. Pasar saham akan terus maju seiring berjalannya waktu."
2. Jangan Menyesal Ketika Saham Jatuh
Pada hari ketika pasar saham dunia dilanda kekhawatiran kalau konflik Ukraina akan menimbulkan perang besar, Buffett mengatakan, "Ketika saya bangun pagi ini, saya melihat (harga) sebuah saham di komputer, pada perdagangan di (waktu) London, (harga saham) yang kita beli turun dan saya merasa baik-baik saja. ...Kami membelinya pada hari Jumat dan pagi ini (Senin) jadi lebih murah dan itu adalah kabar bagus."
Intinya, ketika Anda meyakini bahwa suatu perusahaan berkualitas dan nilai sahamnya akan terus meningkat dalam jangka panjang, jangan mengkhawatirkan kejatuhan sesaat karena itu bisa jadi cuma sejenak saja. Buffett saat itu bahkan mengatakan bahwa ia pasti akan membeli saham yang sedang turun itu lebih banyak lagi.
3. Jangan Berpikir Anda Harus Jadi Ahli Untuk Mendapatkan Profit Dari Saham
"Pasar saham hanya menawarkan pada Anda begitu banyak peluang, ribuan dan ribuan perusahaan berbeda. Anda tidak perlu menjadi seorang ahli (yang memahami) setiap perusahaan itu. Anda hanya perlu memiliki keyakinan bahwa satu perusahaan, atau satu kelompok perusahaan...akan menghasilkan lebih banyak uang dalam 5, atau 10, atau 20 tahun dari sekarang, lebih dari apa yang mereka hasilkan sekarang. Dan itu bukanlah suatu keputusan yang sulit."
Selain itu, Buffett menyarankan agar menjaga biaya investasi tetap rendah. Menurutnya, menjaga agar biaya investasi tetap minimum itu sangat penting, sehingga upayakan agar tidak perlu membayar biaya-biaya yang tidak perlu. Biaya investasi minimum terutama penting bagi investor yang belum berpengalaman.
4. Jangan Mengejar Profit Instan
Ketika ditanya tentang apakah "investor aktif" melakukan tindakan yang terbaik, Buffett menjawab, "Secara umum, mereka tertarik untuk menghasilkan profit instan dan tak ada undang-undang yang melarang orang menghasilkan profit instan. Tetapi sikap kita secara keseluruhan terhadap bisnis kita sendiri dan apa yang ingin kita lihat dari perusahaan-perusahaan yang kita miliki sahamnya adalah bahwa kita ingin menjalankannya untuk orang-orang yang ingin tetap tinggal, bukan untuk orang-orang yang ingin cepat keluar. Kapanpun waktunya, Anda bisa menghasilkan lebih banyak uang, biasanya, dengan menjual perusahaan. ...(Padahal) jawabannya bukan untuk menjual perusahaan, melainkan untuk menjalankan perusahaan dengan baik. ...Saya
bisa melakukan hal-hal tertentu seperti menggoyang saham Berkshire dalam jangka pendek. (Tetapi) itu tidak akan bagus bagi perusahaan dalam waktu lima atau 10 tahun (kedepan)."
Berkshire Hathaway adalah nama perusahaan investasi asal Amerika Serikat yang dirintis dan dipandu Buffett hingga mencapai reputasi multinasionalnya saat ini sebagai perusahaan terbesar kelima di Dunia menurut Forbes Global 2000. Sebagai perusahaan investasi, Berkshire menghimpun dana investor untuk ditanamkan dalam perusahaan-perusahaan dan aset yang dipilih berdasarkan prinsip Buffett untuk memprioritaskan pertumbuhan profit jangka panjang ini.
5. Jangan Taruh Uang Anda Dalam Bitcoin Untuk Waktu Lama
"(Bitcoin) itu bukan mata uang. (Bitcoin) itu tidak akan bisa mengatasi (tantangan-tantangan) yang dialami oleh sebuah mata uang. Saya tidak akan terkejut jika itu tidak akan ada lagi dalam 10 atau 20 tahun. ...(Bitcoin) itu bukan alat pertukaran yang tahan lama. Itu (juga) bukan alat penyimpan kekayaan. ...(Bitcoin) itu telah menjadi sesuatu yang spekulatif -sangat spekulatif... ."
Bitcoin, mata uang crypto (cryptocurrency) yang naik daun sejak tahun 2009, memang bergelimang pro-kontra. Nilainya sempat memuncak di awal 2014, namun kemudian merosot hingga lebih dari setengahnya di akhir tahun yang sama akibat berbagai skandal hukum dan hacking. Sebagai investor yang memprioritaskan nilai intrinsik investasinya, sangat jelas mengapa Warren Buffett tidak memandang baik investasi dalam bentuk Bitcoin.
Secara keseluruhan, wawancara CNBC ini menegaskan pandangan Warren Buffett sebagai seorang value investor yang mempopulerkan strategi investasi melawan arus di abad 21. Seorang value investor tidak boleh takut menanggung rugi, sekaligus mampu memilih perusahaan mana yang berkualitas untuk dibeli, serta tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal yang tidak relevan dalam jangka panjang.
_______________________________
Kisah Sukses Orang Miskin Maen Saham
Anak miskin maen saham. Jika dirunut kisah seorang Lo Kheng Hong tidak akan percaya. Bahkan jikapun kamu bertemu sosoknya tidak berbeda orang biasa. Siapa sangka anak miskin itu kini memiliki aset Rp.2.5 trililun dari maen saham. Kisah Lo memang panjang karena investasi saham memang butuh kesabaran.
Dia bukanlah pencari untung. Lo duduk santai di taman dekat rumah dibawah teduhan pohon kamboja dan pohon mangga. Pekerjaan dia tidak mengantor, tetapi asik membaca 4 koran sekaligus, memeriksa laporan perusahaan dan data statistik pasar saham, tidak sibuk kan?
Kerjanya cukup 3 hal yang disebutnya RTI: Read, Thinking, dan Investing. Berkat kejeliaanya dia mampu menghasilkan uang tanpa bekerja. Menghasilkan jutaan dan uangnya bisa digunakan berkeliling 5 benua. Ia menyebutkan setidaknya dua kali dalam setahun ke luar negeri.
"Biasanya saya bepergian bersama istri dan anak-anak saya. Di sana kami tinggal di hotel saja, lalu jalan-jalan. Saya orang yang bebas, tidak punya bos dan tidak punya karyawan," utasnya kepada SWA.co.id
Mulai dari nol
Keberuntungan menghinggapi mereka yang sabar. Lo merupakan sulung dari 3 bersaudara hidup sangat- sangat sederhana. Beruntung dia mampu melanjutkan kuliah Sastra Inggri ke Universitas Jakarta, dan tentu sambil bekerja tentungnya.
Sedikit menggambarkan seberapa miskin dia. Lo bercerita keluarga mereka tinggal di daerah terpencil. Jarak rumah sampai 30km dari Kota Pontianak. Orang tua Lo bekerja sebagai pemecah kelapa. Pekerjaan yang memakan waktu mereka seharian. Dari terbit matahari sampai senja mereka bekerja menghidupi keluarga.
Ia bercerita lama- lama orang tuanya bosan. Mereka merantau ke Jakarta tidak membawa bekal apapun. Ia tidak ingat. Di Jakarta, mereka akhirnya bekerja di toko, kemudian ya barulah melahirak Lo Kheng Hong. Rumah mereka sederhana sering kena banjir dan tanpa platform. Singkatnya Lo dapat lulus SMA kemudian bekerja.
Orang tua Lo tidak memiliki uang buat menguliahkan. Tidak patah semangat seperti penulis ceritakan diatas, Lo memilih bekerja. Dia bekerja sebagai tata usaha di Bank Swasta. Sambil bekerja dirinya menguliahkan sendiri sampai lulus. Tidak cuma kuliah sisa uang didapatkan kemudian sisihkan lagi.
Selama 17 tahun bekerja sudah disisihkan beberapa lembar. Uang tersebut Lo nekatkan masukan ke pasar saham.
Sejak 1979 dia berkuliah malam sambil bekerja di pagi hari. Ia menjadi pegawai tata usaha PT. Overseas Express Bank (OEB). Dia ingat betul uang masuk kuliah Rp.50 ribu, sedangkan uang bulananan cuma Rp.10 ribu. Tahun 1989 ia mulai menjadi investor saham pertama kali. Waktu itu umurnya sudah 30 tahun tidaklah muda lagi.
Jika dibandingkan Warren Buffett, Lo bisa dibilang kalah umur, karena Warren Buffett memulai saham sejak umur 11 tahun. Tidak masalah karena sejak awal niatnya bukan menjadi dia. Bekerja puluhan tahun tetapi ia tidak pernah naik jabatan. Lantaran perusahaan tidak melakukan ekspansi siginifikan jadi ya tidak ada jalan.
Sebagai bagian tata usaha diceritakan gajinya paling kecil. "Dan, modal saya berinvestasi saham pun hanya dari gaji," imbuh Lo. Kelebihan Lo adalah dia mau hidup hemat buat berinvestasi. Uang dipunyai sedikit ia langsung belikan saham. Kalau orang dapat uang dikonsumsi maka dia tabungkan cuma bentuknya saham.
Jika orang asik tengah mencicil mobil, maka Lo tengah asik mencicil perusahaan. Meski telah beraset triliun sampai sekarang dia masih asik memakai mobil berusia 10 tahun. Ia berinvestasi saham karena kepincut atas capital gain besar. Kalau saham IPO waktu itu dijual seharga Rp.7.250, kok tidak lama sudah jadi Rp.35 ribu.
Bayangkan untungnya sampai 400%. Awal investasi saham, ia ingat menggelontorkan uang Rp.10 juta, dia cuma dapat beberapa lot waktu itu loh. Tetapi sedikit nilai naik begitu juga nila aset Lo. Saham pertama kali Lo Kheng Hong beli adalah PT. Gajah Surya Multi Finance ketika IPO.
Waktu pertama kali memulia dia sempat gagal. Dia bercerita bagaimana lelahnya dia mengantri. Dia antrean panjang di Gedung BDNI Hayam Muruk. Nah ketika sudah lisiting, saham sudah dita
ngan, eh kok harganya malah turun drastis. Alhasil dia harus jual semua saham dibawah harga beli waktu itu.
Dia belajar otodidak. Dia memiliki setidaknya 40 buku Warren Buffett. Yang mana bukunya sudah dibaca 4- 5 kali. Masuk tahun 1990, ia pindah ke Bank Ekonomi bagian pemasaran, diman setahun menjadi kepala cabang. Di tahun 1996 tepat 17 tahun dirinya bekerja di perbankan. Ia memutuskan berhenti bekerja buat saham.
Keputusan aneh tetapi bekerja. Alasan utama kenapa berhenti kerja karena return berbisnis saham lebih dari pendapatan. Lumayan begitu kata Lo. Tidak memilih obligasi karena returnya kecil. Tidak pula dia pernah masuk ke reksa dana. Alasannya karena uang dikendalikan orang lain. Bagaimana jika orangnya tidak jujur dan sebagainya.
Manajer investasi tidak jujur sudah banyak. Ia menekankan bahwa maen saham justru lebih unggul. Dia tidak pula bermain emas. Alasan utama karena emas tidak produktif. Penjelasan singkat Lo, kamu membeli 1kg emas maka sepuluh tahun tetap 1kg emas. Tidak pula membeli dollar. Alasan satu ini terdengar sangat baik loh.
Menurutnya orang membeli dollar berharap krisis, berharap Indonesia mengalami keburukan, negera diharap tidak stabil, agar rupiah lemah dan untung cepat. Sedangkan saham kebalikannya orang tidak mengharap keburukan. Kamu menganalisa dan berharap kinerja perusahaan membaik sehingga memberikan untung.
Lo juga menyarankan kamu jangan menabung di Bank. Pasalnya bunga kecil tidak menghasilkan untung. Ia sendiri menyimpan seperlunya tidak semua. Bagaimana dengan deposito? Tidak pula pilihan, ia menyebut bahwa ketika deposito ketika inflasi dengan bunga kecil sama saja miskin pelan- pelan.
Dalam sebelas tahun belakangan contohnya bursa efek tumbuh. Sejak bom Bali 2002 IHSG telah naik dari 330 jadi 5251 pada Mei 2013. Ada saham sampai naik seribu persen. Pernah dia membeli saham dari perusahaan petrokimia seharga Rp.200, pada tahun 2008 malah turun jadi Rp.60, tidak dijual tetapi malah beli.
Dia membeli makin banyak hingga pada tahun berikutnya harga naik jadi Rp.600. "...dan saya menjualnya," ia berujar.
Investor bukan pengusaha
Dia mengakui dirinya sebagai investor. Menurut Lo, investror nafasnya harus panjang buat bermain sampai bertahun tanpa berhenti, hingga menghasilkan nilai. Seorang investor berarti kuat secara modal. Maka ia menyarankan jangan memakai uang hutang atau uang sehari- hari sebagai investasi bursa saham.
Contoh nyata kenapa bukan uang sehari- hari. Lo Kheng Hong pernah dikabarkan rugi besar sampai uang tinggal 15% pada krisis 1997- 1998. Namun dia tetap membeli saham meski posisi rugi. Dan hasilnya uang berbalik ketika ekonomi membaik. Bahkan nilai asetnya berlipat sejak 1998 sampai tahun 2013 lampau.
Pekerjaan Lo sebagai investor adalah mencari saham "salah harga" di bursa. Ia menggunakan strategi yang sangat sederhana beli paling murah tetapi paling bagus prospeknya. Kemudian kamu simpan, menunggu sabar, hingga si bursa saham sadar bahwa saham itu terlalu murah dan naik ke harga seharusnya tertulis.
Disinilah kamu mendapatkan keuntungan. Ia menjelaskan 90% investor tidak tau apa yang mereka beli. Dia melanjutkan investor kebanyakan seperti membeli kucing dalam karung.
Contoh lagi ketika Lo membeli saham PT. Multibreeder Adirama Indonesia Tbk, perusahaan ternak ayam terbesar kedua seharga Rp.250. Dia dapat 8,28% saham di pasaran atau senilai 6 juta. Total lembar saham di pasaran mencapai 75 juta. Nilai perusahaan Rp.250 kali 75 juta atau setara Rp.18,75 miliar.
Padahal kalau dihitung untungnya mencapai Rp.106 miliar. Banyak investor tidak sadar. Alhasil ketika dia asik menyimpan dan menjual, harganya tepat naik sampai Rp.31.500 di tahun 2011 -an. "Saya memperoleh untung 12.500%," jelasnya.
Ia pernah memiliki 850 juta lembar saham PT. Panin Financial Tbk. Dimana dia membeli sewaktu harganya masih Rp.100. Sukses dalam 1,5 tahun harga sudah naik Rp.260 per- lembar, bahkan masih terus naik jadi Rp.300 per- lembar. Bicara tentang hasil maka properti pertama dia adalah rumah tinggal di Green Garden.
Ini hanya dari investasi pasar saham loh. Dia membeli
sejak Januari 1994, dimana pada 1993 dia sudah bisa menghasilkan uang cukup buat membeli rumah. Dia ingat betul ini merupakan hasil penjualan saham PT. Rig Tenders Indonesia, perusahaan pelayaran, dimana harga beli Rp.800, dan dijualnya seharga Rp.1.300 per- lembar.
Waktu itu pasar saham liquid. Dia tidak punya apa- apa. Hanya satu saham tersebut dipertahankan karena ia memang tidak punya banyak uang. Waktu itu pasar saham tengah booming. "Saat itu saya tidak beli banyak," ia lanjutkan. Untung kejeliannya tepat. Sekarang dia bahkan sudah punya apartemen di Pantai Mutiara dan vila di Cisarua.
Tidak ada properti disewakan. Ia menganggap dirinya adalah investor saham. Baginya membeli saham sudah cukup dibanding menyewakan apartemen.
Bekerja sambil tidur
Angka aset Lo Kheng Hong tidak pasti. Angka diatas bisa saja lebih atau kurang. Namun yang pasti dalam sebuah sesi seminar ketika ditanya: Dia mengatakan hasilnya cukup buat seumur hidup. Soal besaran aset yang dia pegang dan aset saham. Maka dia memiliki lebih banyak uang di bursa dibanding berupa aset nyata.
Bahkan dia menyebut rumah, apartemen, vila, hanyalah 1% dari kekayaan. Kini dia sendiri sudah tidak terlalu aktif seperti membeli saham IPO. Cuma membeli saham yang diperdagangkan di bursa saja. Ia lebih memilih membeli saham perusahaan batu bara, kan sedang banyak jatuh dan harga bisa dibeli murah meriah.
"Saat ini saya memiliki lebih dari 20 emiten, salah satunya adalah saham PT. Petrosea Tbk yang saat ini kepemilikannya telah mencapai sekitar 9%," ujarnya.
Dia tidak pernah punya target soal saham. Menurutnya bursa saham tidak dapat diprediksi. Hari esok bagi seorang investor adalah misteri. Yang pasti dia selalu membaca anual repot dari saham- saham miliknya. Ia akan menemukan bidang usaha, laba usaha, keuangan, pemiliknya, direkturnya dan komisarisnya.
Tidak membeli kucing dalam karung. Tuhan memang Maha Pengampun. Tetapi bursa efek tidak mengenal kata ampun kepada orang yang tidak tau apa yang mereka beli.
Yang pasti dia tidak cuma memiliki saham beruntung besar. Ia juga mahir dalam hal mengambil saham yang digoreng. Uniknya dia bukanlah tipikal investor yang sepanjang hari melototi bursa efek. Lo bahkan tidaklah melengkapi diri dengan gadget ataupun aplikasi mutahir.
"Investor saham kebanyakan ikut- ikutan tidak tau apa yang dibeli," imbuhnya. Ia menyebutkan semakin cepat panik investor, menunjukan ketidak tauan.
Ayah dua anak ini memilih menjadi investor jangka panjang bukan seorang trader. Obsesinya tentang saham tergambar dari bentuk kekayaan, yang ia sebut hampir seluruhnya saham. Dia punya dana cash 15% buat jaga- jaga ketika krisis. Kalau krisis uang itu akan buat dibelikan saham lagi lah.
"Saya tidak bekerja, saya tidak punya perusahaan, tidak punya pelanggan seorang pun, tidak pula punya karyawan seorang pun, dan tidak punya bos," ujarnya bangga, cuma punya seorang sopir dan pembantu.
Sudah 22 tahun dia bermain saham Umurnya sudah kepala lima dan masih terus berkarya. Tidak cuma jadi investor tetapi juga mengedukasi orang Indonesia buat ikutan saham. Kenapa memilih saham karena tidak lah capek seperti sektor rill. Orang banyak tau orang rugi, jatuh miskin karena saham, bahkan sampai bunuh diri juga.
Tetapi kebanyakan orang tidak tau ada Warren Buffett. Untung bermain saham lainnya adalah kita tidak kerja. Yang bekerja adalah mereka para direksi, eksekutif, komisari, manajer. Istilah kerennya tidur saja bisa dapat duit. Banyak waktu bebas diakui Lo dimiliki sehari- hari, tetapi bukan tanpa terus belajar loh.
Mereka pemilik saham yang dapat untung. Sementara pegawai bahkan eksekutifnya cuma dapat sisanya. Soal memilih perusahaan baik yaitu perhatikan manajemen, terus manajemen, kemudian manajemen lagi, dan barulah lain- lain. Janganlah membeli sesuatu yang kamu tidak tau.
Ia menyebut sektor sepatu, garmen, dan tekstil kurang menarik. Justru pakan ayam serta kelapa sawit lebih menggiurkan. Kan banyak orang makan ayam? Selain itu dampak negatif ayam juga kecil. Ayam menjadi satu makanan pilihan ketika daging sapi mahal, juga mudah diternakan.
Kemudian dia mengisaratkan ada empat jenis perusahaan: Perusahaan yang untung terus, perusahaan yang rugi terus, ada yang untung besar terus stagnan, adapula perusahaan tumbuh meski kecil tapi stabil. Inilah perusahaan ke empat yang Lo target cari di pasar saham. Kalau lima tahun kedepan tumbuh belakangan akan baik.
"Kalau sudah lima tahun berturut- turut tumbuh, tandanya sudah super company," imbuh Lo.
Harga Rp.200 jangan dibilang murah dibanding harga Rp.70.000, tergantung emitennya. Memang baik membeli saham yang dibawah harga itu sangat potensial kedepan. Untuk waktu lebih enak ketika ada krisis seperti Eropa, Yunani, dan Amerika.
Lo memang lebih suka bekerja di taman. Padahal dia banyak ditawari kantor olah para milinuer Indonesia. Ia malah memilih taman rindang dengan banyak pohon. Kegiatan setiap hari terutama di pagi hari mencari info tentang emiten. Membaca surat kabar senilai 480 ribu per- bulan. Dia juga mengliping artikel penting buat pribadi.
Tidak sampai disitu, ia akan memlototi informasi dari BEI, dimana dia mendapatkan informasi past tentang perusahaan melantai di pasar saham. Minimal dia membaca 100 pengumuman keterbukaan informasi dalam halaman web BEI sebagai arsip pribadi.
Investasi susah gampang
"Buy on weakness. Be greedy when others are fearful. Be fearful when others greedy," pepatah lama Lo.
Ia mengibaratkan hidupnya ingin seperti Warren Buffett, bukan Bernard Madoff. Itulah mantan bos bursa NASDAQ yang tidak dapat mengelola uang nasabah. Menunjukan bahwa dia cuma paham teori sjaa bukan praketknya.
Pasar saham pun bukan soal berapa uang dikeluarkan. Orang mengeluarkan uang puluhan juta buat kuliah lalu jadi pintar. Kalau bursa saham masuk ke dalam, keluar uang miliaran, keluar bukannya pintar malah jadi makin bingung. Pintar teori saja tidak cukup bagi investor. Maka bacalah laporan keuangan emiten satu per- satu.
Ia menyebut dirinya 100% fundamental. Dia selalu lihat manajemen dan pertumbuhan perusahaan. Kalau ia mengistilahkan teknikal cuma grafik semua diabaikan. Total 400 emiten di pasar banyak yang fundamental bagus, tetapi banyak orang terjebak. Orang sibuk ketika tidak sesuai perhitungan kira- kiranya satu hari.
Jangan percaya kalau iklan bilan tetap untung. Sekelas Warren Buffett saja tetap merugi ketika terjadi krisis di Amerika. Dia tipikal yang akan keep kalau benar bagus. Kalau kiranya dilepas maka dia akan memilih ia melepas, untung sampai 300% per- bulan.
Filosofi hidup Lo Kheng Hong adalah menjadi kaya sambil tidur. Status perusahaan sahamnya dia telah beli menjadi teman tidur. Ketika dia tidur maka perusahaan akan bekerja untuk dia. Menjadi kaya sambil tidur butuh kecermatan dan emiten bagus. Lo masih sempat tidur delapa jam sementara orang lain lembur kerja.
Geoge Soros, sang spekulator, begitulah gelarnya menurut sebagian besar pelaku bisnis. Mulai dari sepak terjangnya yang sempat menggemparkan dunia seperti peristiwa Black Wednesday (di mana dia sempat membuat bank Inggris "kebobolan" £3.4 milyar) sampai prediksinya dalam mendeteksi pecahnya stabilitas ekonomi global (economic superbubble), sebenarnya tak lepas dari pandangannya mengenai teori refleksifitas.
Sebelum kita membahas mengenai teori refleksifitas, kita akan memutar waktu untuk mempelajari bagaimana seorang Soros mampu meraih posisinya seperti saat ini.
Berawal Dari Salesman
George Soros mengambil studinya di London School of Economics pada tahun 1947, di mana dia bertemu dengan Karl Popper, dari situlah George Soros tertarik dengan filosofi dan menjadi cikal-bakal dari terciptanya teori refleksifitas.
Setelah lulus dari London School of Economics, George Soros memulai karirnya sebagai salesman dari suatu toko suvenir, pekerjaan yang disebutnya sebagai titik bawah dalam kehidupannya. Berangkat dari rasa ketidakpuasan tadi, akhirnya George Soros berinisiatif untuk melamar kerja di merchant bank (setara dengan bank kredit untuk para pedagang).
Setelah berkali-kali ditolak dan dipandang rendah oleh para pewawancara, akhirnya George Soros diterima bekerja di Singer & Friedland. Tahu alasannya kenapa dia bisa diterima bekerja di sana? Karena dia dan manajer utama di Bank tadi berkebangsaan sama, Hungaria. Dari situ, karirnya terus berkembang pesat hingga kesempatan untuk melebarkan sayap ke negeri Paman Sam terbuka lebar. Sekian tahun bergelut dalam bidang financing, George Soros mengambil keputusan kembali ke Inggris untuk mendalami filosofi. Pada masa itu, dia mengembangkan ide dari Karl Popper mengenai teori refleksifitas.
Teori Refleksifitas
Oke, kembali ke topik kita mengenai teori refleksifitas. George Soros mendasarkan ide bahwa sebenarnya nilai harga pada pasar lebih sering dikendalikan oleh ide-ide situational dari para pelaku pasar daripada elemen-elemen fundamental. Situasi refleksif diciptakan oleh rantai berkesinambungan di mana ide mempengaruhi kondisi pasar, lalu kondisi pasar mempengaruhi ide.
Implikasi dari teori tersebut adalah siklus dari kondisi pasar yang bisa dideskripsikan sebagai gelembung (bubble), di mana pada suatu momen kondisi pasar akan merangkak naik sehingga memancing banyak sentimen positif, kondisi ini bisa dianalogikan sebagai "booming" (gelembung membesar). Begitu besarnya sentimen positif tadi sampai gelembung tak mampu lagi menahan tekanan, siap tak siap gelembung akan meledak dikarenakan sentimen negatif terhadap anomali pasar tersebut.
Didasari oleh teori refleksif, George Soros mendirikan First Eagle Funds (tahun 1967) dan Double Eagle Hedge Funds (thn. 1969), dua-duanya bergerak di bidang investasi. Tujuan dari lembaga investasi tersebut adalah mengaplikasikan strategi mengambil keuntungan saat gelembung-gelembung ekonomi terjadi.
Strategi investasi George Soros terbukti sukses meraup keuntungan dari modal pertama $4 juta menjadi $12 juta. Dari sana, lembaga investasi berubah nama menjadi Soros Fund (kemudian berubah lagi menjadi Quantum Fund). Sampai tahun 2013, Quantum Fund menghasilkan profit sebesar $5.5 milyar. Skor tersebut menjadikannya lembaga investasi hedge funds tersukses di dunia.
Memicu Kontroversi
Kesuksesan gemilang George Soros tak lepas dari sorotan negatif para pengawas pasar. Soros dicurigai memiliki agenda pribadi untuk menjatuhkan nilai mata uang suatu negara, terutama oleh perdana menteri Mahathir Mohamad (thn. 1997) yang menuduh Soros sengaja menjatuhkan nilai mata uang beberapa negara ASEAN sebagai bagian dari agenda konspirasi Soros (saat itu Soros seringkali diasosiasikan sebagai Jewish conspirator).
Toh, apa yang dilakukan Soros sesungguhnya bukan karena agenda konspirasi, melainkan aksi reaktif oportunistik yang terjadi saat kondisi pasar sedang mengalami anomali. Dengan kata lain, sebenarnya Soros mengambil sikap sebagaimana layaknya
=====================
Siapa yang tidak kenal dengan Theodore Permadi Rachmat. Konglomerat kelahiran Majalengka tersebut memang sudah tidak diragukan lagi kelihaiannya dalam berbisnis. Bahkan Majalah Forbes kembali mencatatkan namanya sebagai salah satu dari 1.645 pemilik kekayaan di atas US$1 miliar untuk tahun 2014. Rachmat berada di peringkat 973 dalam daftar tahunan Forbes dengan capaian nilai harta sebesar US$ 1,85 miliar.
Namun di balik segala kesuksesannya ternyata, ada rasa minder yang menghingapi pemilik Grup Triputra ini ketika membandingkan dirinya dengan Nadiem Makarim, Co-founder Go-jek. Dalam sebuah kesempatan acara Manajer Leader Summit yang digelar Intipesan di Djakarta Theater, mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Astra International Tbk berbagi pemikrannya tentang membangun bisnis dan juga kekagumannya atas sosok Nadiem.
Berikut penuturan TP Rachmat yang disajikan dalam format bertutur
“Saya punya slide presentasi mungkin tidak secanggih pembicara lain, umur saya 73 tahun. Saya telah 48 tahun kerja, saya mulai 48 tahun lalu sebagai pegawai nomor 15 di Astra dan pegawai nomor satu di United Tractor. Sebagai orang yang paling tua, orang selalu tanya ke saya, ‘Pak, kalau saya bisa tanya satu nasihat, apa sih nasihatnya itu?’ Sebelum saya menjawab, saya ingin menerangkan beberapa hal. Selama saya mengamati hidup saya, banyak melihat perusahaan jatuh bangun. Tiba-tiba naik besoknya turun atau sebaliknya. Lalu saya mencoba mengobservasi apa sih sebenarnya yang bisa membuat sebuah organisasi bisa terus eksis dalam rentang waktu jang panjang.
Lalu saya lihat ada tiga organisasi yang telah berabad-abad sustainable. Lihat Agama Budha, mereka mulai didirikan oleh Sidharta Gautama sejak kurang lebih 2.600 tahun lalu, Kristen didirikan 2000 tahun lalu, Islam 1.500 tahun lalu. Kenapa mereka sampai sekarang sustainable? Pernah tidak ada yang memikirkan itu? Rasanya masih jarang. Lalu apa yang mereka punya sebagai kesamaan? Menurut saya ada satu yaitu Belive dan Mission. Satu-satunya yang menyebabkan organisasi ini langgeng sampai sekarang berabad-abad, sebenarnya hanya sense of mission.
Menurut saya perusahaan juga sama, kalau kita bisa punya sense of mission, dari atas sampai ke bawah maka akan sustainable. Lalu apa lagi kesamaannya? Baik Budha, Kristen, Islam sama-sama religious leader sebagai panutan. Istilahnya jika guru kencing berdiri murid kencing berlari. Dalam perusahaan juga sama, harus punya pemimpin-pemimpin yang memberikan contoh yang baik. Dan terakhir, perusahaan juga harus punya ritual untuk mempertahankan eksistensinya. Selama perusahaan itu ada believe, ada leader yang kasih contoh baik, dan punya ritual yang menguatkan kepercayaan maka akan langgeng.
Masuk di Astra sebagai pegawai 15, sekitar 15 tahun lalu saya membuat beberapa perusahaan sendiri, Triputra dan Adaro. Nah, yang saya lakukan di perusahaan saya sama. Di sana ada misision leader dan ritual. Misi di Triputra sangat sederhana, a bigger purpose, prosper with the nation. Saya sendiri menyumbang banyak, saya kasih beasiswa 1.500 orang, saya memberikan yatim piatu sejumlah uang, saya bangun klinik kesehatan. Saya pikir saya telah melakukan banyak hal.
Sampai kemudian saya lihat Go-jek. Go-jek dalam waktu 5 tahun bisa memberi pekerjaan pada 200.000 orang, tentunya saya bandingkan dengan apa yang saya lakukan dengan Nadiem lakukan. Seluruh pegawai saya berkisar 70.000 orang. Nadiem dalam waktu singkat 200.000 orang, akhirnya saya pikir siapa yang memberikan kontribusi paling besar dia atau saya. Nadiem memberikan kontribusi lebih besar dalam jangka waktu 5 tahun, dibanding saya yang 15 tahun.
Jadi saya bilang ke anak-anak saya, apa kontribusi terbesar yang akan kalian berikan ke bangsa. Bangun world class company, nah itu aja. Penglaman di Astra mengajarkan bahwa bila perusahan tidak punya value system maka tidak akan kemana-mana. Value system itu tidak boleh hanya di mulut, harus di hati, apa yang diomongkan harus sama seperti yang dilakukan.
Anda mungkin tidak kenal wajahnya, namun ada kemungkinan Anda pernah mendengar nama besarnya yakni Michael Burry, seorang dokter, hedge fund, dan yang juga pendiri Scion Capital LLC
Laki-laki dengan Aspergers Syndrome ini dibesarkan di San Jose, Silicon Valley, sebelah selatan dari San Francisco. Ia dikenal sebagai seorang big short-seller terbesar dalam periode krisis subprime mortgage beberapa tahun lalu. Saat itu ia mampu mengeruk keuntungan sekitar US$ 1,5 miliar.
Meski demikian, Michael Burry merasa dirinya bukan seorang risk taker. Bahkan, ia mengaku seorang dengan kecenderungan risk avoider.
Seperti kita tahu, ia telah membuat analisis tentang meletusnya gelembung properti di Amerika Serikat pada tahun 2007. Analisis gelembung properti ini telah ia mulai sejak tahun 2003.
Pada masa itu suku bunga perbankan sangat rendah dan investasi sub-prime mulai menggila. Sebelum meletusnya gelembung ini, tidak ada satu pun investor subprime dan para investor Wall Street yang mau mendengarkan analisis Henry Paulson dan Michael Burry ini. Saat itu, mereka tergila-gila produk mortgage-backed securities (MBS) dan Credit Default Swap (CDS).
Euforia bisnis properti, kredit subprime, CDS, dan MBS sangat kental saat itu. Namun Michael Burry tidak termakan untuk ikut-ikutan fiesta ini.
Memang, black swan event seringkali muncul dalam dunia investasi. Walaupun sangat jarang terjadi, efeknya selalu kolosal. Kolapsnya ekonomi Amerika Serikat saat itu termasuk fenomena serupa. Uniknya, bagi seorang Burry, ini sudah bisa ia deteksi sejak lama.
Apakah Burry hanya sedang beruntung atau ia adalah salah satu dari investor paling cerdas di dunia?
Ia adalah seorang pengidap sindrom Asperger, salah satu gejala autis. Penderita sindrom ini memiliki kesulitan berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga kurang begitu diterima.
Daya nalarnya bekerja sebagai orang luar. Dengan kata lain perspektif yang ia pakai dalam menjalani hidupnya seakan-akan berada dari luar pagar. Ini memberikan daya observasi dan objektivitas yang lebih tinggi, dan lebih baik dibandingkan dengan Anda dan saya. Ia selalu menganalisis apapun yang ada di sekitarnya.
Ketika ia menjalani internship sebagai dokter muda di Stanford University Hospital, ia tinggal di Silicon Valley yang sedang meriah dengan berbagai initial public offering (IPO). Burry pun mengenali gelembung dot-com dan gelembung properti yang bisa menjadi kesempatan luar biasa bagi investor seperti dirinya.
Michael Lewis, penulis "The Big Short", memuji riset Burry yang mendalam dan sekelas dengan analisis Warren Buffett. Ia menganalisis saham-saham yang overvalued dan undervalued. Ia memilih saham-saham yang undervalued dengan prinsip value investing. Ia pun mendirikan Scion Capital yang berinvestasi berdasarkan riset long-term value.
Gotham Capital pun menyatakan kekaguman mereka terhadap Burry dan ikut berinvestasi di Scion Capital. Dalam beberapa bulan ia mendapatkan dana kelolaan US$ 200 juta. Burry tetap bekerja sendiri dalam mengelola Scion Capital.
Di tahun pertama Scion, mereka mendapatkan growth sekitar 55%, padahal di saat yang sama indeks S&P turun 12%. Selama lima tahun, S&P turun 6,8%, sedangkan Scion justru naik 242%.
Pada 2003 ketika interest-only mortgage diperkenalkan, Burry telah mencium awal kolapsnya ekonomi Amerika Serikat. Ia memprediksi, para peminjam akan mengalami kesulitan membayar prinsipal utang, saat interest-only payment teaser period selesai, atau bahkan belum selesai.
Pertimbangan utamanya adalah penghasilan konsumen tetap, sehingga harga properti yang terus menanjak tiba di titik jenuh dan meletus. Apalagi ketika pertumbuhan ekonomi melambat.
Prediksinya tepat. Tahun 2007, piramida mortgage-backed securities kolaps berkeping-keping. Scion Capital pun menikmati US$ 1,5 miliar dan Burry sendiri mendapatkan US$ 100 juta. Para investornya yang setia menunggu sejak 2000 mendapatkan net gain 472%.
Burry sebenarnya bukanlah pemburu big short, ia adalah pemburu long short. Namun ia melakukan big short saat itu karena memang telah melihat kolaps ekonomi.
Kisah Trader Sukses Ed Seykota, Trend Follower Sejati
Edward Arthur Seykota adalah seorang trader komoditi Amerika Serikat kelahiran Belanda. Ia adalah salah seorang pelopor trading dengan komputer pada awal tahun 1970-an. Dalam mempelajari pengetahuan dan metode trading, Ed Seykota adalah seorang otodidak yang belajar dari pengalaman.
Sebagai pengajar dan mentor trading, murid-muridnya sekarang telah menjadi trader tangguh dan terkenal, antara lain Michael Marcus, David Druz dan Jason Russell dari Salida Capital. Prestasi Seykota yang paling mengesankan adalah mampu mengembangkan dana klien dari USD5,000 menjadi USD15,000,000, atau sekitar 300,000% dalam kurun waktu 12 tahun. Nah, bagaimana perjalanan karir trading-nya?
Lahir di Belanda pada tahun 1946 dan berimigrasi ke AS, Ed menyelesaikan pendidikan teknik elektro di MIT dan ilmu management di MIT Sloan School of Management pada tahun 1969. Pada awal tahun 1970, ia bekerja sebagai analis di sebuah perusahaan pialang. Di sini lah ia mulai mengembangkan sistem trading dengan komputer yang pada saat itu masih sangat sederhana.
Dalam petikan wawancaranya dengan Jack Schwagger seperti yang ditulis dalam buku ‘Market Wizards’, Seykota mengatakan: “Saya pernah mengalami kerugian yang cukup banyak pada komoditi perak, kemudian broker saya merekomendasi untuk sell pada tembaga, tapi rugi lagi. Saya tunggu harga perak naik dan merencanakan buy dengan ukuran trading sebesar mungkin. Ketika tiba saatnya saya open buy. Tapi apa yang terjadi? Ludes, habis dana saya. Saya heran, mengapa harga perak jatuh lagi, saya pikir itu tidak mungkin terjadi. Saya percaya berita-berita pasar, dan itulah contoh pergerakan harga yang tidak selalu sejalan dengan prediksi. Ketika pikiran saya benar-benar buntu, saya baca tulisan Richard Donchian mengenai trend. Ia menulis bahwa sistem trading mechanical yang mengikuti trend akan sangat bermanfaat, karena pasar selalu bergerak dalam trend. Ya, itu dia. Saya kemudian mencoba teori itu dengan membuat program sederhana yang bisa mem-backtest teori tersebut. Sangat mengagumkan, teorinya benar-benar profitable. Meski saya tidak mengerti benar mengapa pasar demikian, tapi sejak itu saya memutuskan untuk trading for living, trading adalah pekerjaan full time saya.”
Metode trend following pertamanya didasarkan pada teori Donchian 4 Week Rule dan 5-20 day Moving Averages. Seykota adalah trend follower sejati, dan ia selalu konsisten dengan cara tradingnya, baik untuk mengelola account pribadi maupun account kliennya.
Seykota meramu sistem trend following-nya dengan sederhana dan mudah dimengerti. Menurutnya, jika trader bisa konsisten mengikuti trend, dalam kondisi pasar apapun akan selalu untung.
“Sistem trading yang sudah berjalan tidak seharusnya diubah-ubah. Trader-lah yang harus menyesuaikan dengan sistem.” kata Seykota yang juga mengintegrasikan sistem trend following-nya dengan money management itu. Menurut murid-muridnya, kesuksesannya dalam trading juga sangat didukung oleh sikap mentalnya yang begitu mencintai pekerjaan ini dan optimismenya yang tinggi.
Apa nasehatnya bagi para trader? “Jika Anda rugi, segera tutup posisi Anda. Jika untung, biarkan keuntungan Anda bergerak mengikuti trend. Jika Anda tidak bisa menerima jumlah kerugian yang sedikit, cepat atau lambat Anda akan mengalami rugi besar. Anda harus berani cut-loss. Saya pernah merasakannya. Begini, ada banyak trader tua (old trader) dan trader yang berani (bold trader), tetapi sangat sedikit trader tua yang berani.” kata Ed Seykota yang sekarang tinggal di pantai utara Nevada, AS
Edward Arthur Seykota adalah seorang trader komoditi Amerika Serikat kelahiran Belanda. Ia adalah salah seorang pelopor trading dengan komputer pada awal tahun 1970-an. Dalam mempelajari pengetahuan dan metode trading, Ed Seykota adalah seorang otodidak yang belajar dari pengalaman.
ed seykota
Sebagai pengajar dan mentor trading, murid-muridnya sekarang telah menjadi trader tangguh dan terkenal, antara lain Michael Marcus, David Druz dan Jason Russell dari Salida Capital. Prestasi Seykota yang paling mengesankan adalah mampu mengembangkan dana klien dari USD5,000 menjadi USD15,000,000, atau sekitar 300,000% dalam kurun waktu 12 tahun. Nah, bagaimana perjalanan karir trading-nya?
Lahir di Belanda pada tahun 1946 dan berimigrasi ke AS, Ed menyelesaikan pendidikan teknik elektro di MIT dan ilmu management di MIT Sloan School of Management pada tahun 1969. Pada awal tahun 1970, ia bekerja sebagai analis di sebuah perusahaan pialang. Di sini lah ia mulai mengembangkan sistem trading dengan komputer yang pada saat itu masih sangat sederhana.
Dalam petikan wawancaranya dengan Jack Schwagger seperti yang ditulis dalam buku ‘Market Wizards’, Seykota mengatakan: “Saya pernah mengalami kerugian yang cukup banyak pada komoditi perak, kemudian broker saya merekomendasi untuk sell pada tembaga, tapi rugi lagi. Saya tunggu harga perak naik dan merencanakan buy dengan ukuran trading sebesar mungkin. Ketika tiba saatnya saya open buy. Tapi apa yang terjadi? Ludes, habis dana saya. Saya heran, mengapa harga perak jatuh lagi, saya pikir itu tidak mungkin terjadi. Saya percaya berita-berita pasar, dan itulah contoh pergerakan harga yang tidak selalu sejalan dengan prediksi. Ketika pikiran saya benar-benar buntu, saya baca tulisan Richard Donchian mengenai trend. Ia menulis bahwa sistem trading mechanical yang mengikuti trend akan sangat bermanfaat, karena pasar selalu bergerak dalam trend. Ya, itu dia. Saya kemudian mencoba teori itu dengan membuat program sederhana yang bisa mem-backtest teori tersebut. Sangat mengagumkan, teorinya benar-benar profitable. Meski saya tidak mengerti benar mengapa pasar demikian, tapi sejak itu saya memutuskan untuk trading for living, trading adalah pekerjaan full time saya.”
Seykota adalah trend follower sejati, dan ia selalu konsisten dengan cara tradingnya, baik untuk mengelola account pribadi maupun account kliennya.
Seykota meramu sistem trend following-nya dengan sederhana dan mudah dimengerti. Menurutnya, jika trader bisa konsisten mengikuti trend, dalam kondisi pasar apapun akan selalu untung.
“Sistem trading yang sudah berjalan tidak seharusnya diubah-ubah. Trader-lah yang harus menyesuaikan dengan sistem.” kata Seykota yang juga mengintegrasikan sistem trend following-nya dengan money management itu. Menurut murid-muridnya, kesuksesannya dalam trading juga sangat didukung oleh sikap mentalnya yang begitu mencintai pekerjaan ini dan optimismenya yang tinggi.
Apa nasehatnya bagi para trader? “Jika Anda rugi, segera tutup posisi Anda. Jika untung, biarkan keuntungan Anda bergerak mengikuti trend. Jika Anda tidak bisa menerima jumlah kerugian yang sedikit, cepat atau lambat Anda akan mengalami rugi besar. Anda harus berani cut-loss. Saya pernah merasakannya. Begini, ada banyak trader tua (old trader) dan trader yang berani (bold trader), tetapi sangat sedikit trader tua yang berani.
William J. O'Neil, atau yang akrab disapa Bill O'Neil adalah seorang trader terkenal, entrepreneur dan penulis buku. Ia juga merupakan pendiri perusahaan investasi William O'Neil & Co. Inc., pemilik surat kabar Investor's Business Daily, serta penulis buku best seller "How to Make Money in Stocks" (McGraw-Hill-2009). Namanya disejajarkan dengan Jim Slater dan John Neff, trader terkenal seangkatannya. Ia dikenal sebagai pencipta strategi investasi "CAN SLIM" dan memelopori penyusunan database saham yang sangat membantu para trader dan investor di seluruh dunia dalam melacak data suatu perusahaan publik.
William O'Neil lahir di Oklahoma City, AS pada tahun 1933, dan besar di Texas. Selepas menamatkan pendidikan lewat Program for Management Development di Harvar Business School, beliau bekerja untuk perusahaan pialang saham Hayden, Stone & Company yang saat itu baru mulai menggunakan komputer sebagai sarana trading. Beliau kemudian mengembangkan sebuah strategi investasi dengan sistem komputer Hayden, Stone & Company tersebut, yang diperkenalkan tahun 1984 setelah bertahun-tahun diuji coba.
Strategi "CAN SLIM" Dan Prinsip Trading William O'Neil
Prinsip O'Neil dalam trading di pasar saham adalah beli yang sedang kuat, jual yang sedang lemah. "CAN SLIM" sendiri adalah singkatan dari:
C – Current quarterly earnings
A – Annual earnings
N – New products, new management, and new highs
S – Supply and demand
L – Leaders and laggards
I – Institutional ownership
M – Market direction
"Harga yang sudah terlalu tinggi dan dianggap sangat beresiko biasanya akan terus naik, dan yang terlihat begitu rendah dan menurut orang sudah murah malah akan terus turun," kata O'Neil yang pernah bertugas di Angkatan Udara AS ini. Dengan strateginya, O'Neil menjadi terkenal dan bisa meningkatkan keuntungan pada portofolio sahamnya. Kesuksesan tersebut kemudian mendorongnya untuk berani mendirikan perusahaan investasi sendiri.
Perusahaan bentukan William O.Neil, William O'Neil & Co. Inc. memulai bisnisnya sebagai pialang dan pengelola investasi, namun kemudian dikenal luas di seluruh AS sebagai penyedia data perusahaan-perusahaan publik. Bahkan, layanan bisnis tersebut juga membahas secara detail kondisi setiap perusahaan, lengkap dengan rekomendasi tradingnya. Database William O'Neil memuat lebih dari 40000 item data yang mencakup 8000 saham mulai dari tahun 1880-an. Karena populernya database ini, O'Neil mendirikan O'Neil Data Systems Inc. (ODS) yang siap memberikan data dan rekomendasi ke para client-nya dari seluruh penjuru dunia.
Hanya Percayai Harga Pasar
Sebagai trader yang telah mapan, apa nasehatnya bagi para pemula? "Tentu Anda ingin tahu apa rahasianya. Hanya sederhana saja. Dalam trading di pasar saham, usahakan untuk rugi sekecil mungkin ketika Anda salah posisi. Selain itu, kalau Anda melakukan analisa fundamental atau apa saja, itu subyektif. Anda dan saya mungkin berbeda opini. Yang bisa dipercaya hanyalah pergerakan harga pasar itu sendiri," ungkap William O'Neil yang juga mengajar dan sering diundang berbicara di berbagai seminar investasi itu.
Para trader dan investor yang telah sukses dalam karirnya sebagian besar mendedikasikan pengetahuan dan waktunya guna mengembangkan dunia trading dan investasi seperti mendirikan perusahaan investasi, menjadi konsultan, komentator di berbagai media investasi dan bisnis, mengembangkan software trading, menulis buku, dan lain sebagainya. Kita bisa mengambil manfaat positif dari kisah perjalanan karir dan pandangan William O'Neill tentang strategi memilih saham, ide CAN SLIM, pembatasan risiko, dan tips analisa dalam trading.
Rekomendasi untuk mempercayai pergerakan harga pasar sebagai indikator utama tak hanya datang dari William O'Neil. Trader sukses lain yang sependapat dengan figur tersebut, Brian Gelber, juga menyarankan hal serupa. Dikenal sebagai smart trader.
=====================
Kisah Trader Sukses Ben Warwick, Pencetus Event-Trading
Trader kawakan dan penasehat investasi (investment advisor) Ben Warwick selalu fokus pada reaksi pasar saat ada rilis suatu berita ekonomi. Sementara para trader sedang mencari cara trading yang paling tepat dan profitable dengan analisa fundamental atau teknikal maupun kombinasi keduanya, Warwick malah mengembangkan cara tradingnya sendiri dengan apa yang dia sebut sebagai metode ‘event trading’.
Tahun 1996, bukunya yang berjudul ‘Event Trading - profiting from economic reports and short-term market inefficiencies’ diterbitkan dan mendapat sambutan baik dikalangan trader forex dan komoditi. Analis dan trader forex profesional mengatakan bahwa metode tersebut bisa mengenali titik awal atau titik puncak suatu trend, hingga bisa ditentukan point-point pembalikan arah pergerakan harga (reversal). Menurut mereka, ‘event trading’ adalah teknik trading baru yang menarik, dan bisa dijadikan metode pendekatan ke-3 setelah pendekatan fundamental dan teknikal.
Bukan Sistem Yang Mengikuti Trend
Ben Warwick pertama kali mengenal dunia trading saat ia masih mahasiswa di University of North Carolina, dimana ia memperoleh gelar MBA-nya. Karena ia ingin serius di bisnis trading dan investasi, ia mempelajari dan meneliti tentang ‘hasil-hasil yang mengejutkan’ di pasar saham. Menggunakan referensi pasar saham di tahun 1970-an, Warwick menjelaskan: “ketika harga suatu saham naik melebihi yang diperkirakan analis dan pelaku pasar, harga saham tersebut akan cenderung naik terus hingga 60 hari kedepan. Hingga hari ini masih banyak fund manager yang trading dengan hasil-hasil yang mengejutkan ini
“Saya kemudian mengambil ide tersebut untuk diterapkan pada jenis pasar yang berbeda, misalnya pasar futures atau pasar forex” katanya. Dari tahun ke tahun, Warwick selalu melakukan perbaikan pada metodenya sebelum akhirnya dituliskan dalam sebuah buku. “Saya berusaha agar metode tersebut sistematis, dan yang penting bisa diterapkan dengan tanpa emosi. Event trading adalah sebuah sistem yang tidak linier, dan bukan sistem yang mengikuti trend (trend following). Metode ini adalah tentang bagaimana pasar merespon informasi, dan saya mengambil sebagian, yaitu bagaimana pasar bereaksi terhadap sebuah berita yang dirilis,” Ben Warwick menjelaskan.
Contoh penggunaan event trading misalnya yang terjadi pada pasar bond atau pasar forex saat rilis data tenaga kerja. “Jika pasar ternyata rally setelah rilis data dan ditutup 20% lebih tinggi dari range harga sebelum rilis, bagi saya itu adalah sinyal untuk buy. Tetapi yang paling krusial adalah pada harga berapa kita masuk. Jika Anda masuk pasar begitu saja saat rilis data diumumkan, wah, itu seperti halnya judi, kemungkinan untuk berhasil 50-50.” kata Warwick. “Reaksi pasar bisa saja bearish untuk rilis data yang Anda perkirakan bullish, dan Anda tentu masih bisa melihat sinyal sell. Cobalah untuk konsentrasi pada effisiensi reaksi pasar atas informasi tersebut” lanjutnya. Mengenai time frame trading, Warwick terbiasa dengan time frame daily dan weekly.
Penelitian Itu Penting
Sebagai penasehat investasi, Ben Warwick mengutamakan strategi penempatan asset dalam membuat sebuah portfolio investasi, mana yang investasi utama dan mana investasi alternatif. Pada tahun 2002, Warwick mengembangkan sebuah sistem yang dinamakan Quantitative Equity Strategies (QES). Beberapa perusahaan dan institusi keuangan telah mengadopsi sistem ini guna memaksimalkan return, antara lain Hedge Fund Research di Chicago dengan sistem HFRq dan Nomura Bank dengan Nomura QES. Buku Warwick mengenai strategi investasi yang populer antara lain adalah ‘Searching for Alpha: The Quest for Exceptional Investment Performance’ (Wiley, 2000)
Nasehat untuk para trader pemula? “Buatlah suatu pekerjaan rumah, mengenai penelitian atau statistik atau apa saja yang membuat Anda mengerti dan bisa mengidentifikasi pasar yang tidak effisien. Jika Anda telah menemukan dan yakin bagian mana dari pasar yang tidak effisien, pada jangka panjang dan jangka pendek, Anda tentu akan bisa menghasilkan profit dengan konsisten. Ya, bagi saya itulah kuncinya. Anda juga bisa melakukannya.” kata Warwick.
Jika Ben Warwick mengutamakan event trading yang berbeda dari metode trend following, maka tidak demikian halnya dengan trader pelopor Ed Seykota. Dikenal mengawali era trading dengan komputer, Seykota adalah pengikut trend follower sejati yang berhasil menghimpun kesuksesan dari tahun ke tahun.
=====================
Rakesh Jhunjhunwala adalah trader saham terkemuka dari India. Selain memiliki penggemar yang cukup banyak, ia juga disegani para investor saham. Rakesh mengelola portofolio pribadinya dalam bentuk partnership dengan perusahaan investasi miliknya, Rare Enterprises. Ia dikenal sebagai trader jangka panjang yang menahan saham-saham pilihannya hingga beberapa tahun. Economic Times menjulukinya sebagai "Pied Piper of Indian bourses" atau "pemain musik tiup yang dinamis di bursa saham India." Rakesh tidak ingin disebut sebagai Warren Buffet dari India meski di ruangan kerjanya dihiasi gambar-gambar Warren Buffet dan George Soros. Seperti apa sepak terjang trader ini dan adakah tips yang dibagikan?
Pilih Jadi Trader Ketimbang Akuntan
Rakesh Jhunjhunwala lahir pada Juli 1960 dan tumbuh di Mumbai, India. Setelah menyelesaikan studinya di Sydenham College, ia melanjutkan kuliahnya di Institute of Chartered Accountants of India dan lulus sebagai akuntan. Menolak bekerja sebagai akuntan, Rakesh memilih untuk segera terjun di pasar saham sebagai full time trader pada tahun 1985. Ia memperoleh keuntungan pertamanya sebesar setengah juta Rupee pada tahun 1986 ketika menjual 5000 lembar saham Tata Tea seharga 143 Rupee, dengan harga beli 43 Rupee dalam jangka waktu tiga bulan. Sejak itu portofolio investasi sahamnya terus meningkat dengan keuntungan yang cukup signifikan.
Rakesh Jhunjhunwala menduduki beberapa posisi penting di berbagai perusahaan, antara lain sebagai Chairman di Aptech Limited dan Hungama Digital Media Entertainment Pvt. Ltd. Ia juga pernah menjabat sebagai direktur dari beberapa perusahaan besar di India, antara lain Prime Focus Limited, Geojit BNP Paribas Financial Services Limited, Bilcare Limited, Praj Industries Limited, Concord Biotech Limited dan Innovasynth Technologies Limited.
Dalam sebuah wawancara, Rakesh mengatakan: "Jika Anda bertanya pada saya apa artinya uang, saya akan mengatakan bahwa uang hanyalah salah satu alat tukar, namun Paul Getty, salah satu orang terkaya dunia mengatakan jika Anda mulai bisa menghitung uang, Anda tidak akan pernah cukup memiliki uang, berapapun jumlahnya."
Diilhami Buffett, Soros, Dan Marc Faber
Seperti halnya Warren Buffett, Rakesh adalah trader saham jangka panjang. Ia mempunyai prinsip bahwa keuntungan yang diperoleh dari trading hendaknya digunakan untuk menambah balance account hingga portofolio investasi bisa berkembang. Sebagai seorang trader, Rakesh tentu tidak luput dari kerugian besar seperti yang pernah dialaminya pada Pebruari 2012 silam, namun dengan cepat ia bisa recovery dengan mengatur portofolio-nya. Portofolio saham-saham terakhirnya selalu menjadi perhatian dan diperbincangkan para pengamat. Majalah Forbes menaksir kekayaannya mencapai USD 1.25 milyard.
Strategi trading Rakesh banyak dipengaruhi oleh George Soros, sementara untuk analisa fundamental ekonomi ia mengikuti cara Marc Faber. Rakesh Jhunjhunwala sangat mendukung teori trading klasik "the trend is your friend", atau trend adalah teman setia Anda. Sebagai seorang trader saham ia juga mempunyai prinsip "buy right and hold tight", atau beli saham yang baik dan tahan dengan erat. Rakesh mengatakan bahwa pasar saham, atau pasar apapun, adalah kuil-kuil kapitalisme, dan ia percaya pada akhirnya pasar adalah wasit yang adil.
Para trader dan investor yang telah sukses dalam karirnya sebagian besar mendedikasikan pengetahuan dan waktunya guna mengembangkan dunia trading dan investasi seperti mendirikan perusahaan investasi, menjadi konsultan, komentator di berbagai media investasi dan bisnis, mengembangkan software trading, menulis buku, dan lain sebagainya. Kita bisa mengambil manfaat positif dari kisah perjalanan karir dan pandangan Rakesh Juhunjhunwala tentang strategi jangka panjang, juga prinsip-prinsip tradingnya untuk menginspirasi metode trading kita.
Tahukah Anda? Sosok trader sukses yang strategi tradingnya dijadikan pedoman oleh Rakesh Jhunjhunwala adalah George Soros, spekulan sukses yg pernah munguncang pasar financial.
=====================
Para trader yang telah sukses dalam karirnya sebagian besar mendedikasikan pengetahuan dan waktunya guna mengembangkan dunia trading dan investasi seperti mendirikan perusahaan investasi, menjadi konsultan, komentator di berbagai media investasi dan bisnis, mengembangkan software trading, menulis buku, dan lain sebagainya. Kita bisa mengambil manfaat positif dari kisah perjalanan karir dan pandangan mereka tentang dunia trading dan investasi.
John Neff - profesionalnya profesional
John Neff adalah salah seorang trader saham terkemuka di Amerika Serikat. Dalam mengelola dana ia berpartner dengan National City Bank of Cleveland dan Wellington Management Company, dua perusahaan investasi besar terkemuka di AS dimana Neff pernah bergabung sebelumnya. Para fund manager, trader dan analis menyebutnya sebagai ‘profesionalnya profesional’ karena kecakapannya mengelola dana. Mereka mengakui ketrampilan Neff dalam trading saham dan percaya bahwa dana yang diinvestasikan cepat atau lambat pasti akan berkembang.
Neff dikenal mahir dalam menerapkan strategi diversifikasi dalam portofolio tradingnya. Ia trading pada semua jenis saham di bursa, baik yang berukuran besar, menengah maupun kecil, asalkan price to earning ratio (P/E)-nya rendah. Dua strategi yang sering diterapkan Neff dalam mengejar saham yang menurutnya prospektif adalah dengan membeli pada saat harga saham tersebut jatuh akibat berita yang kurang menguntungkan, dan membeli saham industri yang populer lewat ‘jalan tikus’ (maksudnya tidak secara langsung). “Saya tidak pernah membeli saham yang menurut pandangan saya saham tersebut belum layak untuk dijual.” katanya.
Lahir di Wauseon, Ohio, AS pada tahun 1931, John Neff tidak pernah membayangkan menjadi trader saham. Ia memperoleh gelar Bachelor of Arts dengan predikat summa cum laude dari University of Toledo pada tahun 1955. Neff baru mulai tertarik dalam trading ketika ia bekerja sebagai securities analyst di National City Bank of Cleveland. Ia kemudian memperdalam pengetahuan dibidang ini hingga memperoleh gelar MBA dari Case Western Reserve University pada tahun 1958.
Neff bergabung dengan Wellington Management Co. sebagai manager portofolio pada tahun 1964 hingga ia pensiun tahun 1995 dengan posisi terakhir sebagai Senior Vice President. Ia tetap trading dan mengelola dana para client-nya dengan berafiliasi dengan 2 perusahaan besar dimana ia pernah bergabung. Selain itu Neff juga menulis buku dan beberapa artikel di Wall Street Journal dan Value Line. Salah satu bukunya yang terkenal adalah ‘John Neff On Investing’ yang diterbitkan tahun 2001.
John Neff tak ingin ketinggalan dalam mengikuti perkembangan ekonomi global, dan selalu mengedukasi diri guna menambah wawasan investasinya. Dalam sebuah wawancara oleh Ryan Furman dari Motley Fool, Neff mengatakan bahwa ia selalu membaca ulang Wall Street Journal dan Value Line minimal 2 kali. “Jika Anda ingin serius trading, Anda harus serius mengikuti apa yang sedang terjadi di pasar” kata Neff yang juga menjabat sebagai Chairman of the Investment Board University of Pennsylvania itu.
Pemiliki 28 saham yang tak satupun merupakan emiten bluechip, Sukarto Bujung (48) justru menangguk keuntungan besar dari investasi saham selama 20 tahun terakhir. Bahkan, satu dua saham dikoleksinya secara perlahan hingga lebih dari 5% dari total saham yang beredar dan terus digenggam selama belasan tahun.
“Bisnis apa yang enak dan tidak pusing buat saya adalah investasi saham. Saya kan punya bisnis riil juga, ribet dengan pegawai, distributor sampai didemo warga,” tutur Sukarto terkekeh mengenang perjalanan sebagai investor saham perorangan sejak 1996.
Saham paling hoki yang pernah digenggamnya adalah PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk (MREI). Membeli saat harga kurang dari Rp200 per lembar, dan enam tahun kemudian pada 2013 menjualnya di harga Rp1.700. “Dari modal miliar, saya mendapatkan Rp37 miliar untuk 6% saham yang dilepas.”
Kini saham MREI diperdagangkan pada level Rp6.600. Jadi bisa dibayangkan betapa lebih hoki Sukarto bila tetap mengoleksi saham perusahaan tersebut.
Namun itu telah berlalu, menurutnya sebagian uang hasil investasi ‘digulung’ kembali menjadi saham lain yang dipilih secara cermat.
Terakhir, pria yang saat ini menjadi Direktur Utama PT Buyung Poetra Sembada (BPS), perusahaan pengolahan dan perdagangan beras merek Topi Koki, melepas 8% saham PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk (AMAG) di level Rp410 per lembar setelah tiga tahun lalu dibelinya seharga Rp210 melalui program buyback perusahaan.
“Main saham itu tidak bisa diajarkan. Saya sih pakai feeling, tapi tetap baca fundamental perusahaan yang mau kita beli kayak apa,” tutur pria yang mengaku pembaca setia Bisnis Indonesia sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama ini.
Sukarto juga menggunakan trik mengenal produk perusahaan yang yang hendak dibeli dan reputasi pemilik perusahaan. Seperti saat dia membeli saham PT Metrodata Electronics Tbk, (MTDL) karena sejak sekolah telah menggunakan produk komputer IBM dan printer merek Epson, selain juga karena unsur kepercayaan terhadap Ciputra, yang menjadi salah satu pemegang saham utama.
Kini, Sukarto telah menguasai 7% saham di MDTL dan mengaku senang karena perusahaan ini rajin membagi dividen dan saham bonus. Metrodata adalah satu dari dua saham dengan porsi terbesar yang kini dikoleksinya, selain PT Multi Indocitra Tbk (MICE), perusahaan kosmetik pengelola merek Pigeon di Indonesia.
Dari berinvestasi saham dengan horison jangka panjang itulah, Sukarto mengaku tak perlu pusing dengan fluktuasi harga saham harian. “Kalo ngurusin pergerakan tiap hari, saya nggak bisa berlibur dong. ”
Namun, kisah manis berinvestasi saham ini bukanlah tanpa cerita pahit sebelumnya. Pertama kali mengenal saham, Sukarto memilih transaksi margin, di mana dengan modal tertentu bisa bertransaksi saham hingga 10 kali lipat. Hasilnya, pada 1998 dia merugi hingga Rp1,5 miliar.
Padahal ketika itu Sukarto bertransaksi secara diam-diam tanpa sepengetahuan sang istri, Elly T, yang baru dinikahinya. “Jam 10 malam, saya bilang ke istri ada masalah. Saya ajak dia keliling tol dalam kota hingga 2 kali putaran untuk cerita. Lalu saya minta tolong orang tua dan mertua bantu bayar utang.”
TIDAK JERA
Rugi besar itu ternyata hanya membuatnya jera selama 1 tahun. Sukarto muda masih penasaran dengan investasi pasar modal, secara perlahan mengoleksi saham sejumlah perusahaan untuk jangka panjang. Lagi-lagi, untuk urusan ini dia tidak memberitahu istrinya sampai 2015.
“Istri saya mengira, hasil yang saya bawa pulang adalah untung dari beberapa perusahaan yang kami miliki. Padahal sebagian besar dari untung saham, dan saya jual perusahaan-perusahan itu karena mau konsentrasi membawa Buyung Poetra Sembada IPO,” tuturnya.
Sukarto menggunakan jasa PT Harita Kencana Securities untuk transaksi jual beli saham. Direktur Harita Securities Janny Tanjung mengatakan Sukarto telah menjadi kliennya sejak 1998. “Dia tipe investor yang teliti, tidak asal invest, selalu pelajari dahulu fundamental emiten. Jadi tidak asal beli.”
Janny mengaku kliennya tersebut termasuk tipe investor yang berhati-hati, termasuk tidak mudah terpengaruh rumor at
au isu-isu emiten di pasar. “Kami menangani berbagai tipe investor, dan pak Sukarto ini orang yang sabar, kalo beli saham tidak tergesa-gesa, menjualnya kembali setelah sekian lama dipegang.”
Setelah malang melintang selama 20 tahun sebagai investor saham, Sukarto berniat membawa perusahaan yang dipimpinnya melalukan penawaran umum saham perdana (initial public offering).
Dia memang berasal dari keluarga pedagang, melalui sang ayah, Bujung, yang mulai berdagang beras pada 1977 di Palembang dengan nama Toko Bujung.
Pada 2003, Sukarto mulai berdagang beras di Jakarta, tepatnya di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. Sejak 2 tahun lalu, pria lulusan Akuntansi, Universitas Tarumanegara, didorong oleh teman-teman membawa BPS melantai di Bursa Efek Indonesia sebagai perusahaan publik. “Mereka bilang, Anda suka beli saham perusahaan lain, mengapa Anda tidak menjual saham perusahaan sendiri?”
Dia mengaku ingin serius menggarap bisnis riil. Beras adalah bisnis riil, bisa dilakukan, bisa dimakan. Sebagai tradisi keluarga, dia mengklain sudah memahami dengan baik bisnis ini, apalagi beras adalah kebutuhan utama dalam kehidupan manusia dengan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia 28 juta ton per tahun atau 144 kilogram per kapita.
Namun, sebagaimana awal-awal mengenal saham melalui transaksi saham, Sukarto kembali salah perhitungan. Upaya BPS melepas saham ke publik mengalami hambatan karena respons pasar yang minim pada akhir 2015. Upaya melepas 30% atau 710 juta saham baru pun tertunda.
Padahal, pendaftaran ke Otoritas Jasa Keuangan sudah dilakukan, paparan publik juga sudah digelar. Waktu penawaran sempit, serta momentum yang kurang pas, dianggap sebagai sebab utama penundaan aksi korporasi tersebut.
Bukan Sukarto bila patah arah di tengah jalan. Buktinya, manajemen BPS tengah menunggu proses audit laporan keuangan oleh auditor baru yakni Crowe Horwarth. Setelah beres, rencananya perseroan akan mendaftarkan rencana itu kembali ke Otoritas Jasa Keuangan sehingga bisa melakukan IPO pada kuartal IV/2016 atau paling lambat awal 2017.
“Kami belajar banyak atas penundaan ini. Kami diskusikan kembali dengan penjamin emisi, termasuk calon pembeli siaga dari dalam dan luar negeri. Kami ingin saham ini dimiliki oleh publik, dan memberi manfaat bagi kemajuan perusahaan,” tuturnya, tentang jalur cadas dan berliku yang kini dipilih.
Seth Klarman adalah salah seorang milyarder Amerika Serikat yang berangkat dari pekerjaan sebagai trader. Ia adalah pendiri dan CEO Baupost Group, sebuah perusahaan investasi yang berbasis di Boston, AS. Lahir di New York dan besar di Baltimore, Klarman menimba ilmu ekonomi di Cornell University. Ia pernah bekerja untuk Max Heine and Michael Price Mutual Shares Corporation sebelum memulai trading sendiri sambil melanjutkan pendidikannya di Harvard Business School untuk meraih gelar MBA. Pada saat yang sama, Klarman mendirikan Baupost Group sebagai tempat investasinya bersama seorang profesor Harvard.
Perusahaan tersebut didirikan tahun 1982 dengan tujuan semula hanya sebagai sarana investasi kecil-kecilan. Namun di tahun 2011, Baupost Group telah menduduki peringkat 11 perusahaan hedge fund terbesar dunia dengan keuntungan bersih sebesar USD 23 milyard.
Kehebatan perusahaan Klarman tak berhenti di situ saja. Baupost Group termasuk salah satu yang lolos dari krisis keuangan global tahun 2007, tak lain dan tak bukan adalah berkat kejelian Klarman dalam mengantisipasi terjadinya krisis. Sejak tahun 2007 itu assetnya malah berlipat tiga kali. Tahun 2013 majalah Forbes memasukkan nama Seth Klarman pada urutan 20 dalam daftar 25 top hedge fund manager dunia yang mampu mencetak keuntungan tertinggi. Di tahun 2013, Klarman telah membukukan profit total sebesar USD 350 juta.
Tak Suka Mengikuti Arus
Sebagai trader konservatif, Klarman adalah pengikut setia Benjamin Graham. Tak seperti kebanyakan trader lain, ia justru fokus membeli saham-saham yang kurang populer dan harganya diperkirakan sudah terlalu murah. Namun demikian ia memiliki acuan yang disebutnya ‘margin of safety’ (seperti ditulis dalam bukunya) untuk mengetahui harga hakiki (intrinsic value) dari sebuah saham perusahaan. Ia juga menganjurkan agar menghindari resiko sekecil apapun.
Seth Klarman sekali lagi menyimpang dari metode trader pada umumnya, ketika banyak pihak menilai gayanya terkesan lambat dan terlalu santai. Klarman sendiri berpendapat jika ia tidak akan membeli sebuah saham hanya karena keinginan harus masuk pasar. Sang investor konservatif ini kemudian membuktikan ucapannya ketika di tahun 2010, Baupost hanya membagikan keuntungan 5% kepada para kliennya karena minimnya peluang trading yang ada.
“Berinvestasi adalah kombinasi dari pengetahuan ilmu ekonomi dan psikologi. Ekonomi mencari nilai dari sebuah bisnis, tidak susah dipelajari. Sedangkan dalam psikologi, ada urutan pertanyaan seperti ini: Pada harga berapa Anda akan membeli, apa benar begitu, apakah Anda tidak menunggu harga yang lebih rendah, Anda takut tidak kebagian?, lalu apa yang Anda takutkan? Hal-hal semacam itu tentu sulit dipelajari. Tapi Anda bisa belajar hanya jika Anda telah benar-benar mengalaminya, dan psikologi trading Anda telah terbentuk. Dalam pasar modal, lebih sering harga saham ditentukan oleh panic selling di akhir trading, bukan oleh nilai hakiki saham tersebut.” kata Seth Klarman.
Para trader dan investor yang telah sukses dalam karirnya sebagian besar mendedikasikan pengetahuan dan waktunya guna mengembangkan dunia trading dan investasi. Kita bisa mengambil manfaat positif dari kisah perjalanan karir dan pandangan mereka. Nah, apa yang bisa kita dapatkan tentang gaya trading konservatif dari Seth Klarman ini tentunya memberikan insipirasi pada kita semua untuk jeli melihat nilai sebenarnya dari sebuah asset, ketimbang hanya mengikuti arus pasar saja.
Kisah Sukses Trader Saham Indonesia...
Ellen May, adalah seorang ibu dua anak yang dikenal sebagai investor kawakan di Indonesia. Wanita kelahiran 1983 ini, mulai terjun dalam dunia trading pada tahun 2006. Ketertarikannya pada dunia trading dimulai dengan instrumen trading saham. Sebagaimana trader pemula lainnya, keuntungan yang luar biasa pada tahun 2006-2007 membuatnya mengalami sebuah euforia atau rasa senang yang luar biasa.
Semua berawal ketika Ellen hamil, kala itu suami lebih menyarankan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dari rumah saja, yaitu investasi pasar modal. Mulanya dia belajar reksa dana, namun mulai menekuni saham setelah Ellen merasa bahwa di reksa dana dirinya tidak melakukan apapun karena sudah ada manajer investasi yang mengelolanya.
Wanita kelahiran Solo ini merasa Investasi saham memberi dia kebebasan waktu, kebebasan modal, kebebasan latar belakang. Mulailah Ellen serius menekuni bidang bisnis yang satu ini. Ellen May juga memiliki misi untuk menelurkan satu juta investor dan trader pasar saham untuk menguatkan perekonomian Indonesia. Karena itu, dia tidak pernah lelah tergerak untuk mengedukasi rekan-rekan trader dan pembaca bukunya dalam pelatihan-pelatihan saham di berbagai kota.
Sempat berhenti trading selama beberapa bulan, Ellen terus mengasah kemampuannya dengan belajar dari buku-buku impor, serta kepada beberapa ahli yang kompeten di bidangnya baik dari dalam maupun luar negri, hingga akhirnya ia menemukan sebuah sistem yang sangat profitable untuk trading dalam saham, forex, komoditas, dan futures. Lebih dari itu, ia menemukan bahwa rahasia sukses trading bukan terletak pada sistem yang bagus saja, namun juga pada pengendalian psikologi trading.
Merasa apa yang ia pelajari bermanfaat, Ellen memutuskan untuk membagikan ilmunya kepada semua trader di Indonesia melalui buku We Are Traders Not Gamblers yang menjadi best seller dalam 3 bulan sejak pertama kali diterbitkan.
Jika pada tahun 2006-2007 ia memperoleh keuntungan yang spektakuler, lain halnya dengan tahun 2008 di mana krisis ekonomi melanda dunia. Ia mengalami dampak pahit dari krisis tersebut dan mengalami kerugian yang cukup besar. Tahun 2008 itulah yang kemudian menjadi titik balik dari perjalanan trading seorang Ellen May.
Joe Chalhoub: Raih Kesuksesan Setelah Sempat Berhenti Trading
Salah satu hal terpenting dalam Trading dan investasi adalah kesadaran bahwa kita tidak bisa berhenti belajar dan menganggap diri kita sudah mahir. Juga, memiliki pemikiran bahwa kita adalah trader dan investor super, sementara kenyataannya kita baru menekuni dunia trading selama beberapa bulan atau tahun saja, padahal sebelumnya kita newbie.
Untuk semakin memperdalam pelajaran-pelajaran terpenting dalam bertrading dan investasi. kali ini kita akan merenungkan pengalaman #Joe Chalhoub. Namun sebelum mengusut tuntas inspirasi darinya, kita akan bahas dulu latar belakang kesuksesannya.
Siapakah Joe Chalhoub?
Chalhoub mungkin bukan investor top dunia atau ekonom terkenal seperti Bernanke. Namun pendiri Heritage-Crystal Clean, LLC ini memiliki pengalaman yang bisa kita renungkan. Sebelum ia mampu menciptakan strategi trading yang membuatnya mampu meraup profit besar , Chalhoub adalah seorang trader awam yang baru 3 tahun memulai petualangannya dalam dunia trading.
Pada 3 bulan pertama, trading yang dilakukannya mengalami loss, hingga ia akhirnya kehilangan semua modal dan hartanya. Di titik kelam hidupnya tersebut, terlintas pikiran di benak Chalhoub untuk berhenti trading dan investasi , namun kenyataannya ia tidak bisa melakukan hal tersebut. Dalam hati ia sadar, bila ia berhenti sekarang mungkin ia akan kehilangan kesempatan untuk memiliki bisnisnya sendiri.
Cara Joe Chalhoub Bangkit Dari Kerugian?
Chalhoub pun mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya. Ia bertekad untuk meneruskan karirnya sebagai trader. Namun ia juga mengambil keputusan bijak: Tidak melakukan apa-apa. Chalhoub memutuskan untuk mengambil peran pasif sebagai trader dan mulai mengamati, mempelajari, menganalisis, dan berlatih sendirian. Berikut ini langkah-langkah Joe Chalhoub untuk kembali memulai trading setelah merugi:
1: Mengamati Market
Chalhoub mempelajari apa yang menyebabkan gerakan dan bagaimana reaksi dari penggerakan market. Ia menaruh perhatian besar pada hal ini, sebelum memutuskan untuk kembali terjun ke dunia trading.
2: Memahami Analisa Teknikal & Fundamental
Kemudian setelah melakukan observasi terhadap market dan pergerakannya, pria yang sempat bekerja sebagai kepala eksekutif Forbes sejak tahun 1999 ini mulai mempelajari analisa teknikal dan fundamental. Ia mencoba untuk memahami, bagaimana kedua tipe analisa yang berbeda ini dapat dapat memprediksi dan mengarahkan market, serta apa yang bisa dilakukannya untuk mendapatkan manfaat maksimal dari dua analisa tersebut.
3: Memperdalam Ilmu Dengan Belajar Trading
Setelah memutuskan bahwa ia akan membangun bisnisnya sendiri dan menjadi trader handal, Chalhoub mulai membaca buku-buku tentang trading. Memiliki karir awal sebagai process engineer di Shell Canada, mungkin tak pernah terlintas di pikiran Joe Chalhoub bahwa suatu hari nanti ia akan bersentuhan dengan buku trading. Tapi semenjak mengalami loss besar, ia sadar bahwa ia tak bisa hanya mengandalkan analisis semata untuk mendapatkan profit secara konsisten.
Joe Chalhoub yakin bahwa buku mengenai trading biasanya menjelaskan strategi yang berbeda dan mengulas taktik para trader berpengalaman. Ia kemudian menghabiskan waktunya untuk membaca buku-buku tersebut. Tentu saja, dalam tahap ini ia masih tak melakukan apapun yang bisa mengukuhkan dirinya sebagai trader. Mungkin bisa dibilang ini adalah kali pertama terdapat seorang trader yang sama sekali tidak melakukan trading.
Setelah satu tahun mencoba dan belajar hal-hal baru mengenai trading, akhirnya Joe Chalhoub memiliki strategi rekaannya sendiri. Usaha keras dan tekad bulat Chalhoub pun terbayar. Strategi ciptaannya bekerja dengan sangat baik. Kini setiap bulan ia memiliki keuntungan positif yang konsisten membuatnya memiliki harapan besar bahwa ia bisa trading dalam jangka panjang.
Kembali Ke Titik Nol
Walaupun Chalhoub mencapai setiap targetnya tiap kali ia bertrading dan ia memiliki strategi yang berhasil, tetapi itu tidak cukup untuk membuat keuntungannya bertambah. Terkadang ia masih menemui loss dalam transaksi tradingnya. Pengalamannya mengamati market membuat Chalhoub sadar, beberapa kali ia terlalu melewatkan setiap kesempatan market yang penuh dengan peluang. Namun ia sadar, ia tak memiliki siapapun untuk disalahkan kecuali dirinya sendiri. Oleh sebab itulah, ia memulai proses belajarnya kembali dari nol. Chalhoub kembali melototi semua waktu dan mengamati chart, sembari mendeteksi peluang sepanjang hari, dari Senin sampai Jumat.
Sebagai trader yang bekerja tanpa menggunakan bantuan broker, Chalhoub berkomitmen bahwa ia akan berada di depan komputer setiap hari. Namun pada praktiknya, ia tak bisa melakukan hal tersebut. Sebab Chalhoub memiliki profesi lain dengan karir yang lebih dulu mantap dibanding karirnya sebagai trader. Selain itu, ia juga memiliki keluarga. Sama sekali tidak mungkin bila ia menghabiskan seluruh waktunya duduk di depan layar komputer dan tak mengacuhkan sekitarnya.
Maka ia pun memprogram ulang strategi dan sistem tradingnya, sehingga semua bisa berjalan dengan baik sesuai harapannya; ia masih memiliki karirnya sebagai CEO Heritage-Crystal Clean, masih bisa berbagi waktu dengan keluarga, sementara di saat yang sama Chalhoub tidak meninggalkan tradingnya. Chalhoub kemudian menciptakan sebuah perangkat lunak buatan yang mampu mengumpulkan data market dan menerapkan strategi pada data tersebut untuk mendeteksi peluang market.
#Metode Trading Andalan Joe Chalhoub
Chalhoub tidak mengatakan secara detail strategi apa dan indikator mana yang bisa membuat Anda menjadi trader sukses. Namun beliau menjelaskan beberapa metode yang digunakannya untuk membantu beliau dalam bertrading, yaitu:
1. Disiplin
Lakukan trading sesuai dengan sistem. Namun bila tak ada sinyal maka jangan bertrading.
2. Manajemen Uang (Money Management)
Joe Chalhoub menganggap hal ini sebagai kunci utama dalam trading. Ia tidak membiarkan kondisi kerugian (loss) menjadi besar. Setiap kerugian , ia akan segera menutupnya. Dengan manajemen ini, kerugian tak akan pernah menghilangkan seluruh modal.
3. Menunggu Moment Yang Tepat
Hal terpenting dalam trading adalah tidak mengambil keputusan apapun, saat tidak ada volatilitas yang cukup atau tidak ada laporan yang akan dirilis. Bagi trader lebih baik menunggu sampai pasar lebih stabil untuk entry market. Chalhoub menyarankan untuk tidak trading setiap hari.
4. Menggunakan Analisis Fundamental dan Teknikal Secara Bersamaan
Joe Chalhoub menggunakan analisa fundamental dan teknikal. Ia menggunakan analisis fundamental untuk mendefinisikan kecenderungan pasar, sedangkan analisis teknikal diterapkan untuk melihat trend. Menurut pengalaman Chalhoub, analisis fundamental dan teknikal harus digunakan bersama-sama, karena jika tidak maka akan mengakibatkan kegagalan bagi trader dan investor.
5. Mengkombinasikan Indikator Teknikal
Di pasar modal ada banyak indikator yang digunakan oleh trader. Chalhoub sendiri menggunakan ADX dan Bollinger Bands untuk mengidentifikasi trend serta volatilitas. Sementara itu, beliau juga memanfaatkan RSI untuk mengidentifikasi overturn di titik beli atau jual, sembari sekaligus memakai Moving Average untuk mengidentifikasi sinyal.
Pesan Joe Chalhoub
Banyak orang terjun ke dalam trading dengan harapan muluk untuk mendapatkan profit dalam setiap trading. Namun Joe Chalhoub menyatakan bahwa "Hanya 5% trader dari 100 trader yang bisa sukses dalam bisnis ini." Tentu saja, pada saat membaca pernyataan Chalhoub tersebut Anda memiliki gagasan, "Oke, saya akan menjadi bagian dari 5% tersebut."
Semangat yang bagus sekali, teman. Namun pikirkan pertanyaan ini baik-baik:
"Apa yang membedakan Anda dari 95% trader biasa lainnya?"
"Apa yang menempatkan Anda pada golongan trader 5% yang luar biasa tersebut?"
Bukan, jawabannya bukanlah modal yang banyak. Bukan juga jarangnya loss yang Anda alami. Dari pengalamannya Chalhoub mengatakan bahwa kunci utama menjadi trader sukses adalah kerja keras. Nah, mari simak apa yang dibagi dari pengalaman pria ini.
Menilik dari pengalamannya, Chalhoub menyatakan trading bukanlah bisnis yang mudah. Menurutnya, bila ada seseorang yang memberi ide kalau Anda bisa kaya dalam sehari melalui trading , orang tersebut adalah salah satu dari trader golongan 95%. Camkan dalam benak Anda nasehat Chalhoub ini: "Jangan mengandalkan trader lain untuk membantu Anda. Andalkanlah diri sendiri serta milikilah keyakinan."
Akhir Kata
Sampai di sini, bagaimana menurut Anda? Sebuah sharing pengalaman yang cukup menakjubkan, bukan? Tentu saja, kita bukan Joe Chalhoub. Sebagian dari kita mungkin masih muda, baru saja menekuni dunia trading , dan belum memiliki pengalaman seperti Chalhoub. Tetapi kita bisa belajar dari keteguhannya serta kebulatan tekadnya ketika ia telah mengambil sebuah keputusan, dan mematuhinya.
Dunia trading tidaklah seindah dan semudah yang diiming-imingkan orang. Banyak di antara trader, khususnya pemula, merasa ada konspirasi yang dilakukan untuk menghalanginya meraih profit. Padahal faktanya, lebih sering trader itu sendirilah yang merelakan uangnya pergi ketika dia trading tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah terpenting, seperti yang telah diungkapkan Joe Chalhoub dalam artikel ini.
Kalau orang yang berkecimpung didunia bisnis tekhnologi atau finansial market .pasti kenal dengan sosok pak otto toto sugiri
Beliau lahir di bandung 23 september 1953.menempuh pendidikan di german rwth aachen university lulus dengan meraih gelar magister
Beliau dikenal sebagai pelopor pusat dunia data tekhnologi diindonesia
Beliau mendiri perusahaan tekhnology pertama nya PT sigma cipta caraka pada tahun 1989.dan berhasil diakuisisi pt telkom indonesia
Pada tahun 2011 beliau mendirikan lagi PT.DCI indonesia (DCII).berhasil melakukan IPO.menjadkkan dcii pusat data pertama di asia tenggara.
Beliau merupakan salah sath pendiri dari PT indointernet,tb